SDM PERMINYAKAN MENYONGSONG 2010
Oleh : Greg. S Utomo
Kita ketahui saat ini angka produksi minyak nasional sedang menurun. Faktor yang menentukan besarnya angka produksi minyak terdiri dari jumlah cadangan yang ditemukan, kemampuan kita secara finansial untuk mengembangkan lapangan minyak, ketersediaan teknologi yang diperlukan untuk mengembangkan lapangan itu, dan yang paling penting adalah sumber daya manusia (SDM) yang akan mengembangkan dan mengelola lapangan minyak itu.
Dulu kita melihat perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia sebagai raksasa-raksasa, baik Pertamina maupun perusahaan minyak asing. Kecederungan setelah tahun 2000, perusahaan kecil mulai banyak tumbuh. Beberapa di antaranya semakin besar dan bahkan tumbuh menjadi raksasa baru.
Kenyataan bahwa harga minyak dua tahun terakhir ini meningkat tajam menyebabkan semangat perusahaan baru untuk bangkit berkiprah semakin menggebu.
Industri Migas dan Pendidikan Bidang Perminyakan
Kegiatan industri perminyakan dimulai dari kegiatan eksplorasi, diikuti pemboran dan komplesi, konstruksi fasilitas produksi, tahap produksi, dan penyaluran minyak ke titik jual.
Dunia industri minyak digerakkan oleh pekerja yang terdiri dari bagian penunjang dan bagian inti. Bagian inti ini terbagi atas tiga kelompok: tingkat pelaksana yaitu operator dan teknisi; tingkat tenaga ahli; dan tingkat manajemen.
Selama ini SDM tingkat pelaksana banyak dikembangkan sendiri oleh masing-masing perusahaan. Pelatihan yang ditempuh biasanya berupa mentoring oleh pekerja yang lebih senior. Tingkat tenaga ahli yang biasanya didapat dari lembaga pendidikan formal, terutama dari perguruan tinggi, biasanya masih harus mendapatkan mentoring juga dari yang lebih senior. Lembaga pendidikan khusus tertentu seperti STEM Akamigas misalnya dapat menelorkan, baik tingkat teknisi maupun tenaga ahli melalui jenjang tertentu. Sedangkan tingkat manajemen berasal dari jenjang karir yang ditempuh, kebanyakan berasal dari tingkat tenaga ahli.
Tenaga ahli yang dimaksud adalah tenaga ahli kebumian (earth scientist), teknik perminyakan (petroleum engineer), teknik peralatan dan konstruksi (facility engineer). Di samping itu masih ada tenaga ahli di bidang K3L, dan lain-lain.
Perguruan tinggi di bidang perminyakan saat ini adalah ITB di Bandung, Trisakti dan UI di Jakarta, UIR di Pekanbaru, UPN Veteran dan Universitas Proklamasi di Yogyakarta.
Perguruan tinggi yang mapan di bidang perminyakan membekali lulusannya dengan ilmu-ilmu perminyakan. Namun dunia kerja membutuhkan bukan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga soft skill dan pengalaman yang belum tercukupi di perguruan tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan harus melatih lagi para tenaga baru tersebut untuk siap bekerja.
Di antara perguruan tinggi di atas masih ada ketidakseragaman kurikulum, kompetensi tenaga pendidik, dan kondisi peralatan dan fasilitas pendidikan. Masih tampak kekurangan peralatan, atau peralatan yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan industri dewasa ini. Semua ini mempengaruhi kompetensi lulusan yang tidak seragam pula.
Kenyataan ini menyebabkan perusahaan harus melatih lagi tenaga-tenaga baru tersebut untuk siap bekerja.
Pada perusahaan besar penyiapan SDM dilakukan terstruktur. Setiap pegawai baru mendapat bimbingan dari seniornya. Perusahaan menyiapkan kurikulum pelatihan yang berkesinambungan. Karir pegawai disesuaikan pula dengan perkembangan perusahaan. Singkat kata, proses regenerasi telah direncanakan dan pada umumnya berjalan hampir sesuai rencana. Jika ada pegawai yang mengundurkan diri sebelum masa pensiun, proses regenerasi tetap berjalan.
Kebutuhan Tenaga Kerja
Akhir-akhir ini, setelah harga minyak terus menerus bertengger di atas angka 50 dolar AS per barrel, timbul suatu pemanasan di bidang industri perminyakan. Kebutuhan tenaga perminyakan menjadi sangat meningkat.
Di pihak lain, pendidikan bidang perminyakan tidak atau belum dapat meyesuaikan dengan kebutuhan jumlah maupun spesifikasi tenaga ahli perminyakan baru. Hal ini ditambah lagi oleh kenyataan dewasa ini minat terhadap pendidikan jurusan perminyakan mulai dikalahkan oleh minat terhadap bidang teknologi informasi.
Dari dua fakta di atas, maka terjadilah perubahan neraca antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli perminyakan. Hal ini berlaku, baik pada tingkat sarjana maupun pada tingkat teknisi dan operator lapangan.
Perusahaan-perusahaan baru umumnya mendapatkan karyawannya dari pensiunan perusahaan besar yang notabene sudah sangat berpengalaman, dan juga membajak pekerja yang sedang berkarir di perusahaan besar atau kecil lain.
Banyak perusahaan baru mendapat pekerja dari perusahaan besar yang sudah mapan. Selagi yang keluar itu masih dapat dihitung dengan jari tangan, perusahaan yang kehilangan karyawan tidak terganggu. Kenyataannya, akhir-akhir ini jumlah perpindahan semakin deras. Bahkan yang menyerap SDM ini bukan saja perusahaan-perusahaan kecil di dalam negeri. Perusahaan multi nasional di negeri tetangga maupun negeri yang jauh telah menyedot banyak tenaga perminyakan Indonesia.
Perusahaan-perusahaan besar sesungguhnya telah mengalami penurunan mutu pekerja. Hal ini disebabkan oleh kekosongan yang terpaksa diisi dengan pegawai dari bidang-bidang penunjang seperti dari bagian transportasi atau bagian keamanan yang dipindahkan menjadi operator produksi. Walaupun telah mendapat pendidikan mendadak, namun kinerjanya belum dapat menyamai atau mendekati kinerja mereka yang berpengalaman di bidang produksi dan pemeliharaan fasilitas produksi. Singkat kata, saat ini banyak pekerja yang dilatih kecara karbitan untuk siap menjalankan pekerjaannya di bidang inti perminyakan.
Perusahaan yang mempekerjakan para pensiunan dalam beberapa tahun mendatang harus menyiapkan pengganti pekerja tersebut karena umur mereka yang semakin tua. Pada saat yang sama pengganti yang diharapkan sudah keluar dan tersebar di tempat-tempat lain di seantero dunia. Dengan demikian maka terjadilah kekurangan SDM, baik dalam jumlah maupun kualitas. Hal ini pada gilirannya akan sangat mempengaruhi kinerja industri perminyakan Indonesia.
Masih ada kenyataan bahwa pekerja di bidang penunjang belum memahami apa yang dikerjakan oleh pekerja di bidang inti. Hal ini akan merepotkan pekerja penunjang itu sendiri karena mereka harus banyak bertanya kepada pekerja bidang inti yang memerlukan bantuan mereka. Seringkali untuk bertemu orang lapangan agak sulit juga karena jauhnya lokasi kerja lapangan. Idealnya orang-orang yang bekerja di bidang penunjang pun pernah berpengalaman di bidang inti.
Yang Dapat Dilakukan
Menghadapi fenomena ini hal yang sudah dilakukan adalah adanya badan-badan pelatihan yang formatnya adalah di kelas. Program ini dapat meningkatkan mutu kinerja golongan pekerja di kantor dan teknisi tingkat atas. Sementara itu pekerja baru yang langsung mengoperasikan peralatan produksi masih memerlukan sarana pelatihan yang lebih sesuai dan memadai. Paling tidak, memiliki sarana praktek.
Pada tahun 1950-an di Sumatera Selatan ada pusat pendidikan perminyakan yang bernama PAM (Pendidikan Ahli Minyak). Pada kurun waktu 1960 hingga 1970an Pertamina dan pemerintah mempunyai pusat pendidikan bernama Akamigas. Bahkan Pertamina pernah mendirikan PKL (Pendidikan Kejuruan Lapangan) di Bajubang, Jambi pada 1970an. Lulusan lembaga semacam ini langsung dapat bekerja di lapangan. Mereka berlatih, baik teori maupun praktek, langsung di lapangan.
Untuk mengimbangi situasi yang ada, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghidupkan kembali sarana pelatihan siap-pakai untuk mencukupi kebutuhan pekerja pada beberapa tahun mendatang, terutama dalam mencapai produksi 1.3 juta BOPD di tahun 2010. Banyak pensiunan - yang masih bugar namun mungkin sudah kurang sesuai untuk bekerja di lapangan, yang mampu dan berminat mengajar. Di antara mereka dapat dipilih yang baik kemampuan mengajarnya sebagai langkah konkrit mengalihkan keterampilan dan pengetahuan.
Sebagai contoh, mungkin sarana pelatihan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) milik Pertamina di Sei Gerong dapat digiatkan kembali.
2. Memperkuat interaksi dan saling mengerti antara fungsi-fungsi di dalam perusahaan. Misalnya personil bidang hukum mengerti apa yang dikerjakan oleh bagian pemboran, bagian pengadaan memahami apa yang dilakukan orang di lapangan operasi produksi, bagian keuangan mengetahuui persis apa yang dilakukan oleh bagian seismik dan sebagainya. Metode semacam ini tidak hanya bisa dilakukan di perusahaan besar, tetapi juga di perusahaan-perusahaan berukuran kecil.
3. Membuka kesempatan magang di perusahaan yang mapan. Untuk tingkat mahasiswa hal ini sudah dilakukan. Dengan penyaringan yang cermat, mungkin bisa juga dilakukan untuk persiapan teknisi dan operator lapangan dari tingkat SMA.
4. Meningkatkan kemampuan karyawan dalam berkomunikasi seperti menyampaikan presentasi atau berbahasa Inggris. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi di perusahaan. Contohnya Toast Master Club.
5. Meningkatkan ketertarikan para calon pekerja untuk bekerja di bidang perminyakan nasional (dalam negeri). Salah satu yang cukup besar pengaruhnya adalah sistem remunerasi dan rasa kebanggaan untuk berada di lingkungan perminyakan Indonesia. Perlu dikaji lagi perbandingan sistem remunerasi di bidang Migas dibanding non-Migas, dan bahkan perlu dibandingkan dengan tawaran dari luar negeri.
G.S Utomo adalah anggota pengurus IATMI
Source : http://pman-3rut.blogspot.com
Oleh : Greg. S Utomo
Kita ketahui saat ini angka produksi minyak nasional sedang menurun. Faktor yang menentukan besarnya angka produksi minyak terdiri dari jumlah cadangan yang ditemukan, kemampuan kita secara finansial untuk mengembangkan lapangan minyak, ketersediaan teknologi yang diperlukan untuk mengembangkan lapangan itu, dan yang paling penting adalah sumber daya manusia (SDM) yang akan mengembangkan dan mengelola lapangan minyak itu.
Dulu kita melihat perusahaan minyak yang beroperasi di Indonesia sebagai raksasa-raksasa, baik Pertamina maupun perusahaan minyak asing. Kecederungan setelah tahun 2000, perusahaan kecil mulai banyak tumbuh. Beberapa di antaranya semakin besar dan bahkan tumbuh menjadi raksasa baru.
Kenyataan bahwa harga minyak dua tahun terakhir ini meningkat tajam menyebabkan semangat perusahaan baru untuk bangkit berkiprah semakin menggebu.
Industri Migas dan Pendidikan Bidang Perminyakan
Kegiatan industri perminyakan dimulai dari kegiatan eksplorasi, diikuti pemboran dan komplesi, konstruksi fasilitas produksi, tahap produksi, dan penyaluran minyak ke titik jual.
Dunia industri minyak digerakkan oleh pekerja yang terdiri dari bagian penunjang dan bagian inti. Bagian inti ini terbagi atas tiga kelompok: tingkat pelaksana yaitu operator dan teknisi; tingkat tenaga ahli; dan tingkat manajemen.
Selama ini SDM tingkat pelaksana banyak dikembangkan sendiri oleh masing-masing perusahaan. Pelatihan yang ditempuh biasanya berupa mentoring oleh pekerja yang lebih senior. Tingkat tenaga ahli yang biasanya didapat dari lembaga pendidikan formal, terutama dari perguruan tinggi, biasanya masih harus mendapatkan mentoring juga dari yang lebih senior. Lembaga pendidikan khusus tertentu seperti STEM Akamigas misalnya dapat menelorkan, baik tingkat teknisi maupun tenaga ahli melalui jenjang tertentu. Sedangkan tingkat manajemen berasal dari jenjang karir yang ditempuh, kebanyakan berasal dari tingkat tenaga ahli.
Tenaga ahli yang dimaksud adalah tenaga ahli kebumian (earth scientist), teknik perminyakan (petroleum engineer), teknik peralatan dan konstruksi (facility engineer). Di samping itu masih ada tenaga ahli di bidang K3L, dan lain-lain.
Perguruan tinggi di bidang perminyakan saat ini adalah ITB di Bandung, Trisakti dan UI di Jakarta, UIR di Pekanbaru, UPN Veteran dan Universitas Proklamasi di Yogyakarta.
Perguruan tinggi yang mapan di bidang perminyakan membekali lulusannya dengan ilmu-ilmu perminyakan. Namun dunia kerja membutuhkan bukan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga soft skill dan pengalaman yang belum tercukupi di perguruan tinggi. Hal ini menyebabkan perusahaan-perusahaan harus melatih lagi para tenaga baru tersebut untuk siap bekerja.
Di antara perguruan tinggi di atas masih ada ketidakseragaman kurikulum, kompetensi tenaga pendidik, dan kondisi peralatan dan fasilitas pendidikan. Masih tampak kekurangan peralatan, atau peralatan yang ada tidak sesuai lagi dengan keadaan industri dewasa ini. Semua ini mempengaruhi kompetensi lulusan yang tidak seragam pula.
Kenyataan ini menyebabkan perusahaan harus melatih lagi tenaga-tenaga baru tersebut untuk siap bekerja.
Pada perusahaan besar penyiapan SDM dilakukan terstruktur. Setiap pegawai baru mendapat bimbingan dari seniornya. Perusahaan menyiapkan kurikulum pelatihan yang berkesinambungan. Karir pegawai disesuaikan pula dengan perkembangan perusahaan. Singkat kata, proses regenerasi telah direncanakan dan pada umumnya berjalan hampir sesuai rencana. Jika ada pegawai yang mengundurkan diri sebelum masa pensiun, proses regenerasi tetap berjalan.
Kebutuhan Tenaga Kerja
Akhir-akhir ini, setelah harga minyak terus menerus bertengger di atas angka 50 dolar AS per barrel, timbul suatu pemanasan di bidang industri perminyakan. Kebutuhan tenaga perminyakan menjadi sangat meningkat.
Di pihak lain, pendidikan bidang perminyakan tidak atau belum dapat meyesuaikan dengan kebutuhan jumlah maupun spesifikasi tenaga ahli perminyakan baru. Hal ini ditambah lagi oleh kenyataan dewasa ini minat terhadap pendidikan jurusan perminyakan mulai dikalahkan oleh minat terhadap bidang teknologi informasi.
Dari dua fakta di atas, maka terjadilah perubahan neraca antara kebutuhan dan ketersediaan tenaga ahli perminyakan. Hal ini berlaku, baik pada tingkat sarjana maupun pada tingkat teknisi dan operator lapangan.
Perusahaan-perusahaan baru umumnya mendapatkan karyawannya dari pensiunan perusahaan besar yang notabene sudah sangat berpengalaman, dan juga membajak pekerja yang sedang berkarir di perusahaan besar atau kecil lain.
Banyak perusahaan baru mendapat pekerja dari perusahaan besar yang sudah mapan. Selagi yang keluar itu masih dapat dihitung dengan jari tangan, perusahaan yang kehilangan karyawan tidak terganggu. Kenyataannya, akhir-akhir ini jumlah perpindahan semakin deras. Bahkan yang menyerap SDM ini bukan saja perusahaan-perusahaan kecil di dalam negeri. Perusahaan multi nasional di negeri tetangga maupun negeri yang jauh telah menyedot banyak tenaga perminyakan Indonesia.
Perusahaan-perusahaan besar sesungguhnya telah mengalami penurunan mutu pekerja. Hal ini disebabkan oleh kekosongan yang terpaksa diisi dengan pegawai dari bidang-bidang penunjang seperti dari bagian transportasi atau bagian keamanan yang dipindahkan menjadi operator produksi. Walaupun telah mendapat pendidikan mendadak, namun kinerjanya belum dapat menyamai atau mendekati kinerja mereka yang berpengalaman di bidang produksi dan pemeliharaan fasilitas produksi. Singkat kata, saat ini banyak pekerja yang dilatih kecara karbitan untuk siap menjalankan pekerjaannya di bidang inti perminyakan.
Perusahaan yang mempekerjakan para pensiunan dalam beberapa tahun mendatang harus menyiapkan pengganti pekerja tersebut karena umur mereka yang semakin tua. Pada saat yang sama pengganti yang diharapkan sudah keluar dan tersebar di tempat-tempat lain di seantero dunia. Dengan demikian maka terjadilah kekurangan SDM, baik dalam jumlah maupun kualitas. Hal ini pada gilirannya akan sangat mempengaruhi kinerja industri perminyakan Indonesia.
Masih ada kenyataan bahwa pekerja di bidang penunjang belum memahami apa yang dikerjakan oleh pekerja di bidang inti. Hal ini akan merepotkan pekerja penunjang itu sendiri karena mereka harus banyak bertanya kepada pekerja bidang inti yang memerlukan bantuan mereka. Seringkali untuk bertemu orang lapangan agak sulit juga karena jauhnya lokasi kerja lapangan. Idealnya orang-orang yang bekerja di bidang penunjang pun pernah berpengalaman di bidang inti.
Yang Dapat Dilakukan
Menghadapi fenomena ini hal yang sudah dilakukan adalah adanya badan-badan pelatihan yang formatnya adalah di kelas. Program ini dapat meningkatkan mutu kinerja golongan pekerja di kantor dan teknisi tingkat atas. Sementara itu pekerja baru yang langsung mengoperasikan peralatan produksi masih memerlukan sarana pelatihan yang lebih sesuai dan memadai. Paling tidak, memiliki sarana praktek.
Pada tahun 1950-an di Sumatera Selatan ada pusat pendidikan perminyakan yang bernama PAM (Pendidikan Ahli Minyak). Pada kurun waktu 1960 hingga 1970an Pertamina dan pemerintah mempunyai pusat pendidikan bernama Akamigas. Bahkan Pertamina pernah mendirikan PKL (Pendidikan Kejuruan Lapangan) di Bajubang, Jambi pada 1970an. Lulusan lembaga semacam ini langsung dapat bekerja di lapangan. Mereka berlatih, baik teori maupun praktek, langsung di lapangan.
Untuk mengimbangi situasi yang ada, maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghidupkan kembali sarana pelatihan siap-pakai untuk mencukupi kebutuhan pekerja pada beberapa tahun mendatang, terutama dalam mencapai produksi 1.3 juta BOPD di tahun 2010. Banyak pensiunan - yang masih bugar namun mungkin sudah kurang sesuai untuk bekerja di lapangan, yang mampu dan berminat mengajar. Di antara mereka dapat dipilih yang baik kemampuan mengajarnya sebagai langkah konkrit mengalihkan keterampilan dan pengetahuan.
Sebagai contoh, mungkin sarana pelatihan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L) milik Pertamina di Sei Gerong dapat digiatkan kembali.
2. Memperkuat interaksi dan saling mengerti antara fungsi-fungsi di dalam perusahaan. Misalnya personil bidang hukum mengerti apa yang dikerjakan oleh bagian pemboran, bagian pengadaan memahami apa yang dilakukan orang di lapangan operasi produksi, bagian keuangan mengetahuui persis apa yang dilakukan oleh bagian seismik dan sebagainya. Metode semacam ini tidak hanya bisa dilakukan di perusahaan besar, tetapi juga di perusahaan-perusahaan berukuran kecil.
3. Membuka kesempatan magang di perusahaan yang mapan. Untuk tingkat mahasiswa hal ini sudah dilakukan. Dengan penyaringan yang cermat, mungkin bisa juga dilakukan untuk persiapan teknisi dan operator lapangan dari tingkat SMA.
4. Meningkatkan kemampuan karyawan dalam berkomunikasi seperti menyampaikan presentasi atau berbahasa Inggris. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi di perusahaan. Contohnya Toast Master Club.
5. Meningkatkan ketertarikan para calon pekerja untuk bekerja di bidang perminyakan nasional (dalam negeri). Salah satu yang cukup besar pengaruhnya adalah sistem remunerasi dan rasa kebanggaan untuk berada di lingkungan perminyakan Indonesia. Perlu dikaji lagi perbandingan sistem remunerasi di bidang Migas dibanding non-Migas, dan bahkan perlu dibandingkan dengan tawaran dari luar negeri.
G.S Utomo adalah anggota pengurus IATMI
Source : http://pman-3rut.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar