About Me

Foto saya
Indramayu, Jawa Barat, Indonesia
Saya seorang alumni dari PTS di Indramayu dan lulusan dari Fak. Teknik Perminyakan Diploma III. Blog ini dibuat untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah di kampus. Semoga blog sederhana ini bisa membantu sebagai media berbagi pengetahuan satu sama lain. Terima kasih. puji_724@yahoo.co.id

Senin, 15 Juni 2009

Kondisi Reservoir

KONDISI RESERVOIR

Temperatur dan tekanan reservoir merupakan dua parameter yang sangat penting dalam teknik reservoir. Kedua parameter ini menentukan phase fluida didalam reservoir, contoh akibat karena pengaruh Temperatur dan tekanan, misalnya besar atau kecilnya factor recovery, viskositas fluida, faktor volume formasi dan lain-lain.

Dalam teknik reseevoir selama ini menganggap bahwa temperatur didalam reservoir tetap, sehingga proses yang terjadi dianggap proses pada temperatur tetap atau isothermal. Sepanjang anggapan ini berlaku maka parameter yang dominan pengaruhnya adalah tekanan. Oleh karena itu, maka pengukuran temperatur pada umumnya hanya dilakukan pada saat mula-mula sumur mulai diproduksikan, sedangkan tekanan harus diukur pada interval waktu tertentu dari waktu ke waktu selama sumur diproduksikan. Selain itu agar tekanan reservoir tidak cepat turun diusahakan pressure maintenance dengan jalan injeksi gas atau air formasi.

  1. TEMPERATUR RESERVOIR

Temperatur reservoir bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain yang tergantung dari kedalaman dan gradient temperatur setempat. Dari berbagai penelitian selama ini gradien temperatur (geothremal gradient) berkisar antara 1 - 2 oF/100 ft.


Dimana :

t = temperatur formasi pada kedalaman h, oF

gT = gradien temperatur, oF/ft

h = kedalaman formasi, ft

60, 74 = temperatur rata-rata permukaan, oF


  1. TEKANAN RESERVOIR

Tekanan fluida dalam system terbuka diukur terhadap permukaan air laut. Gradient tekanan hidrostatik didalam kebanyakan reservoir ialah sebesar 45 psi/100 ft untuk air formasi yang mengandung 55.000 ppm garam. Gradient tekanan static yang disebabkan oleh batuan (lithostatic gradient) adalah sebesar 100 psi/100 ft.

Berdasarkan data yang didapat dari berbagai pengukuran tekanan reservoir ternyata banyak dijumpai reservoir yang gradient tekanannya lebih besar dari gardien tekanan normal (45 psi/100 ft). Dalam hal yang demikian tersebut maka disebut tekanan abnormal. Oleh karena itu harus hati-hati pada saat melakukan pemboran untuk mengontrol Lumpur pemboran sehingga tidak terjadi semburan liar (blowout).

Sebaliknya juga sering dijumpai reservoir yang gradient tekanan lebih kecil dari gradient tekanan normal, dan dalam hal ini disebut tekanan sub-normal. Untuk hal itu harus hati-hati pada saat melakukan pemboran sehingga tidak terjadi hilang Lumpur (loss circulation).

P = tekanan formasi @ kedalaman D. Psi

D = kedalaman formasi, ft

(dP/dD)= gradien tekanan air, psi/ft

p = tekanan atmosphere, psia

C = konstanta, psia

Jika C = 0, P adalah tekanan normal, C = positif, P adalah abnormal dan C = negatif, P adalah tekanan sub-normal.

Harga gradien tekanan untuk fluida adalah sebesar :

(dP/dD)w = 0.45 psi/ft ................. (water)

(dP/dD)o = 0.35 psi/ft ................. (oil)

(dP/dD)g = 0.08 psi/ft ................. (gas)


Tekanan formasi ditentukan dengan beberapa cara, yaitu dengan DST (Drill Stem Test) atau dengan PressureRecorder Amerada.

Problem pemboran berkait dengan tekanan formasi :

>Menurunkan laju penembusan

>Hilang lumpur

>Rekah formasi

>Pipa terjepit

Perkiraan dan pendeteksian tekanan abnormal :

1.Teknik Prediktif

Metoda prediksi dengan menggunakan data geofisik (seismic, gravity dan magnetics)

2. Teknik Deteksi

Metoda prediksi dengan menggunakan data-data pemboran

3. Teknik Konfirmasi

Metoda prediksi dengan menggunakan wireline log dan dan survey tekanan.

Sumber data untuk mendeteksi tekanan abnormal pada waktu pemboran :

1. Parameter pemboran (RPM, WOB DAN ROP)

2. Parameter lumpur (TEMPERATUR, DENSITAS DAN GAS INFLUX)

3. Serbuk bor.

Parameter pemboran untuk mendeteksi tekanan abnormal berdasarkan :

1. Pada zona transisi kompasinya lebih besar dan akan menurunkan laju penembusan (ROP)

2. Pada zona tekanan abnormal batuannya lebih porous sehingga menghasilkan ROP yang tinggi dan juga RPM yang tinggi secara mendadak (DRILLING BREAK).

Source : Diktat PTP 2, Akamigas Balongan

0 komentar: