Setelah pemboran mencapai target pemboran (formasi produktif), maka sumur perlu dipersiapkan untuk dikomplesi. Persiapan sumur untuk dikomplesi bertujuan untuk memproduksikan fluida hidrokarbon ke permukaan. Komplesi sumur demikian dikenal dengan istilah Well Completion.
Komplesi sumur meliputi bagian tahapan operasi produksi, yaitu :
1. Tahap pemasangan dan penyemenan pipa selubung produksi (production casing).
2. Tahap perforasi dan atau pemasangan pipa liner.
3. Tahap penimbaan (swabbing) sumur.
2.1. Metoda Well Completion.
Kriteria umum untuk klasifikasi metode well completion didasarkan pada beberapa faktor,
yaitu :
1. Down‑hole completion atau formation completion, yaitu membuat hubungan antara formasi
produktif dan sumur produksi dengan tiga metoda adalah sebagai berikut :
a. Open‑hole completion (komplesi sumur dengan formasi produktif terbuka).
b. Cased‑hole completion atau perforated completion (komplesi sumur dengan formasi produktif dipasang casing dan diperforasi).
c. Sand exclussion completion (problem kepasiran).
2. Tubing completion (komplesi pipa produksi) yaitu merencanakan pemasangan atau pernilillan
pipa produksi (tubing), Vaitu meliputi metoda natural flow dan artificial lift.
3. Well‑head completion yaitu meliputi komplesi X‑mastree, casing head, dan tubing head.
2.1.1. Open‑hole Completion
Pada metoda ini, pipa selubung produksi hanya dipasang hingga di atas zone produktif (zona produktif terbuka). Metoda komplesi ini diterapkan jika formasi produktif kompak dan keuntungannya adalah didapatkannya lubang sumur secara maksimum, kerusakan/skin akibat perforasi dapat dieliminir, mudah dipasang screen, liner, gravel packing dan mudah diperdalam apabila diperlukan. Kerugian metoda ini adalah sulit menempatkan casing produksi pada horison yang tepat di atas zona produktif, sukarnya pengontrolan bila produksi air atau gas berlebihan dan sukarnya menentukan zona stimulasi.
2.1.2. Conventional perforated completion
Pada tipe komplesi ini, casing produksi disemen hingga zona produktif, kemudian dilakukan perforasi. Komplesi ini sangat umum dipakai, terutama apabila formasi perlu penahan atau pada formasi yang kurang kompak.
Keuntungan metoda ini, produksi air atau gas yang berlebihan mudah dikontrol, stimulasi mudah dilakukan, mudah dilakukan penyesuaian untuk konfigurasi multiple completion jika diperlukan. Kerugian metoda ini, diperlukan biaya untuk perforasi dan kerusakan (damage) akibat perforasi.
2.1.3. Sand exclusion types
Akibat terlepasnya pasir dari formasi dan terproduksi bersama fluida, dapat menyebabkan abrasi pada alat‑alat produksi dan kerugian lain, maka untuk mengatasi adanya kepasiran diperlukan cara pencegahan pada sistem komplesinya, yaitu dengan menggunakan :
1. Slotted atau screen liner.
2. Menutup permukaan formasi dengan gravel dan ditahan dengan screen (gravel packing system).
2.1.3.1. Slotted atau screen liner.
Cara ini dapat diterapkan baik pada open hole maupun cased hole, yaitu dengan menempatkan slot atau screen didepan formasi. Terdapat tiga bentuk/macam screen :
a. Horizontal slotted screen
b. Vertical slotted screen
c. Wire wrapped screen
Untuk pemasangan liner, mud cake harus dibersihkan terlebih dahulu dari zona produktif untuk mencegah terjadinya penyumbatan (plugging) dengan menggunakan fluida bebas clay aktif pada fluida komplesinya atau dengan menggunakan air garam.
2.1.3.2. Gravel packing.
Gravel pack juga dapat dikerjakan baik pada open hole maupun pada cased hole completion. Metoda ini dilakukan baik untuk memperbaiki kegagalan screen liner maupun sebagai metoda komplesi yang dipilih.
Sebelum menempatkan gravel, lubang harus dibersihkan sehingga ruang/gua untuk menempatkan gravel dapat dibuat, kemudian masukkan screen liner dan pompakan gravel sampai mengisi seluruh ruang atau qua di muka formasi produktif, dengan demikian pasir akan tertahan oleh gravel sehingga fluida produksi bebas dari pasir.
2.2. Perforasi
Pembuatan lubang menembus casing dan semen sehingga terjadi komunikasi antara formasi dengan sumur yang mengakibatkan fluida formasi dapat mengalir ke dalam sumur, disebut perforasi.
2.2.1. Perforator
Untuk melakukan perforasi, digunakan perforator yang dibedakan atas dua tipe perforator
a. Bullet/Gun perforator
b. Shape charge/ Jet perforator
2.2.1.1. Bullet/Gun perforator
Komponen utama dari bullet perforator meliputi :
a. Fluid seal disk: pengaman agar fluida sumur tidak masuk ke dalam alat.
b. Gun barrel
c. Badan gun dimana barrel disekrupkan dan untuk menempatkan sumbu (ignitor) dan propellant (peluru) dengan shear disk didasamya, untuk memegang bullet ditempatnya sampai tekanan maksimum dicapai karena terbakarnya powder.
d. Electric wire : Kawat listrik yang meneruskan arus untuk pengontrolan pembakaran powder charge.
Gun body terdiri silinder panjang terbuat dari besi yang dilengkapi dengan suatu alat kontrol untuk penembakan. Sejumlah gun/susunan gun ditempalkan dengan interval tertentu dan diturunkan kedalam sumur dengan menggunakan kawat (electric wire‑line cable) dimana kerja gun dikontrol dan permukaan melalui wire line untuk melepaskan peluru (penembakan) baik secara sendiri-sendiri maupun serentak.
2.2.1.2. Jet Perforator
Prinsip kerja jet perforator berbeda dengan gun perforator, bukannya gaya powder yang melepas bullet tetapi powder yang eksplosif diarahkan oleh bentuk powder chargenya menjadi suatu arus yang berkekuatan tinggi yang dapat menembus casing, semen dan formasi.
2.2.2. Kondisi kerja perforasi
2.2.2.1. Conventional overbalance
Merupakan kondisi kerja di dalam sumur dimana tekanan formasi dikontrol oleh fluida/lumpur komplesi, atau dengan kata lain bahwa tekanan hidrostatik lumpur (Ph) lebih besar dibandingkan .tekanan formasi (Pf), sehingga memungkinkan dilakukan perforasi, pemasangan tubing dan perlengkapan sumur lainnya.
Cara overbalance ini, umumnya digunakan pada
a. Komplesi multizona.
b. Komplesi gravel‑pack (cased hole).
c. Komplesi dengan menggunakan liner.
d. Komplesi pada casing intermediate.
Masalah/problem yang sering timbul dengan teknik overbalance ini adalah :
a. Terjadinya kerusakan formasi (damage) yang lebih besar, akibat reaksi antara lumpur komplesi dengan mineral‑mineral batuan formasi.
b. Penyumbatan oleh bullet/charge dan runtuhan batuan.
c. Sulit mengontrol terjadinya mud‑loss dan atau kick.
d. Clean‑up sukar dilakukan.
2.2.2.2. Underbalance
Merupakan kebalikan dari overbalance, dimana tekanan hidrostatik lumpur komplesi lebih kecil dibandingkan tekanan formasi. Cara ini sangat cocok digunakan untuk formasi yang sensitif/reaktif dan umumnya lebih baik dibandingkan overbalance, karena :
a. Dengan Ph b. Tidak memungkinkan terjadinya mud‑loss dan skin akibat reaksi antara lumpur dengan mineral batuan. c. Clean up lebih cepat dan efektif. 2.2.3. Teknik/cara perforasi Berdasarkan cara menurunkan gun ke dalam sumur, ada dua teknik perforasi, yaitu a. Teknik perforasi dengan wireline (wireline conveyed perforation) b. Teknik perforasi dengan tubing (tubing conveyed perforation). 2.2.3.1. Wireline conveyed perforation Pada sistem ini gun diturunkan kedalam sumur dengan menggunakan wireline (kawat iistrik). a. Wireline conveyed perforation Biasanya menggunakan gun berdiameter besar. Kondisi kerja perforasi dengan teknik ini adalah overbalance, sehingga tidak terjadi aliran setelah perforasi dan menara pemboran dengan blow out preventer (BOP) masih tetap terpasang untuk penyelesaian sumur lebih lanjut. b. Wireline conveyed tubing gun Gun berdiameter kecil dimasukkan kedalam sumur melalui x‑mastree dan tubing string, setelah tubing dan packer terpasang di atas interval perforasi. Penyalaan gun dilakukan pada kondisi underbalance dan untuk operasi ini, umumnya tidak diperlukan menara pemboran tetapi cukup dengan lubricator (alat kontrol tekanan) atau snubbing unit. 2.2.3.2. Tubing conveyed perforator (TCP) Gun berdiameter besar dipasang pada ujung bawah tubing atau ujung tail‑pipe yang diturunkan kedalam sumur bersama‑sama dengan tubing string. Setelah pemasangan Xmastree dan packer, perforasi dilakukan secara mekanik dengan menjatuhkan bar atau go‑devil melalui tubing yang akan menghantam firing‑head yang ditempatkan di bagian atas perforator. Perforasi dapat dilakukan baik pada kondisi overbalance maupun underbalance dan setelah perforasi dilakukan, gun dibiarkan tetap tergantung atau dijatuhkan ke dasar sumur (rathole). 2.3. Swabbing Swabbing adalah pengisapan fluida sumur / fluida komplesi setelah perforasi pada kondisi overbalance dilakukan, sehingga fluida produksi dari formasi dapat mengalir masuk kedalam sumur dan kemudian diproduksikan ke permukaan. Ada 2 sistem pengisapan fluida yang berbeda pada sumur sebelum diproduksikan, yaitu 1. Penurunan densitas cairan. Dengan menginjeksikan lumpur yang mempunyai densitas lebih kecil dari fluida yang berada di sumur, sehingga densitas lumpur baru akan memperkecil tekanan hidrostatik (Ph) fluida sumur, sehingga akan terjadi aliran dari formasi menuju sumur produksi selanjutnya ke permukaan. 2. Penurunan kolom cairan. Seperti hainya penurunan densitas, untuk tujuan menurunkan tekanan hidrostatik fluida dalam sumur agar lebih kecil dari tekanan formasi, dapat dilakukan dengan dua cara : a. Pengisapan. Dengan memasukkan karet penghisap (swabb‑cup) yang berdiameter persis sama dengan tubing untuk swabbing. Dengan cara menarik swab‑cup ke atas, maka tekanan dibawah swab‑cup menjadi kecil sehingga akan terjadi surge dari bawah yang akan mengakibatkan aliran. b. Timba Timba dimasukkan melalui tubing, dimana pada saat timba diturunkan, katup pada ujung membuka dan bila ditarik katup tersebut akan menutup. Dengan cara ini, maka suatu saat tekanan formasi akan melebihi tekanan hidrostatik kolom lumpur.
0 komentar:
Posting Komentar